Pages

Thursday, August 6, 2015

MY STORY : SEKELUMIT BATIH

Sekelumit Batih
Gue sebenarnya bingung mau nulis apa. Namun berhubung gue sedang teringat keluarga gue. Jadi kali ini gue mau kasih kalian sebuah cerita tentang batih (keluarga) gue.
Oke. Mungkin banyak dari kalian belum kenal gue kan? Kenalin nih, nama gue Imam Arifin. Teman-teman gue sering panggil “Imam”. Tapi beda dengan keluarga gue, mereka selalu panggil gue dengan seenaknya saja. Padahal menurut gue panggil itu bener-bener tidak enak. Mereka suka panggil gue penjol. Kalian pasti tidak tau apa itu penjol? Asal mula lahirnya penjol dan sejak kapan nama itu melekat di hidup gue. Nih gue beri tahu jawabannya, hitung-hitung bisa jadi salah satu orang di negara ini yang berhasil menerapkan tujuan Undang-Undang Dasar 1945. Loh emang apa hubungannya dengan dasar negara? Kenapa dasar negara malah gue bawa-bawa? Tenang dulu bro. Salah satu tujuan di dasar negara ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Lah oleh karena itu, gue mau mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberitahu kalian seluk-beluk penjol. Hahaha
Kembali ke pembahasan penjol. Penjol adalah sebutan bagi seorang yang memiliki kepala yang agak menonjol kebelakang seperti kepala gue. Padahal menurut gue, gue gak penjol-penjol amat meskipun gue sendiri belum pernah lihat kepala belakang gue. Mungkin itulah yang selalu membuat gue kalah berdebat dalam bidang perpenjolan di keluarga gue. Gue selalu bersikukuh menegakan nama kehormatan gue di depan keluarga, namun keluarga gue selalu berhasil menjatuhkan nama gue dengan sebutan penjol. Yang akhirnya gue pasrah menerima nama penjol menancap dalam hidup gue. Eh ya, lanjut kepembahasan lebih mendalam tentang penjol. Penjol di lahirkan sekitar satu jam setelah gue lahir. Yaitu saat banyak orang yang sedang senang-senangnya melihat gue, namun tiba-tiba kakak gue yang baru berusia lima tahun berbicara sambil menghadap gue.
“ Ma, kok dede bayinya penjol sih?” nah sejak saat itu gue di panggil penjol, tapi denger-denger nama itu baru diresmiin pas gue berusia 4 tahun. Yang perlu kalian tahu juga, sebenarnya penjol punya saudara kembar yang bernama peyang. Artinya hampir sama sih, tapi sayang peyang tidak sepopuler penjol. Dan karirnya harus meredup saat gue berusia 8 tahun.
            Okeh kembali ke cerita. Setelah mengupas habis nama panggilan gue, sekarang gue mau menggeledah secara lengkap dan akurat ke tujuh saudara kandung gue. Apa gue kata, tujuh? Iya gue bilang tujuh. Gue emang memiliki tujuh saudara kandung, dimana gue sendiri merupakan anak ke tujuh atau bisa disebut anak bekas bungsu. Hahaha.. dari ketujuh saudara gue, dua diantaranya laki-laki, sementara sisanya perempuan. Berapa coba sisanya? Kalau belum tau, silakan buka kalkulator. Karena gue anak yang ketujuh, otomatis gue punya adik dong. Adik gue namanya Umu Hasanah. Jenis kelaminnya perempuan dan sekarang baru berumur sepuluh tahun. Gue paling suka ngejailin dan membuat adik gue menangis. Karena dibalik tangisannya gue sering mendapat kebahagiaan meskipun gue harus siap-siap mendapat omelan pedas dari ibu gue. Oh ya, adik gue juga punya julukan yang tak kalah dahsyatnya dari gue. Bahkan gue sendiri yang membuat julukan itu. Tahi lalat besar, itu julukan yang gue tanamkan dalam namanya. Gue gak bakal gak punya alasan, kenapa gue menjuluki adik kandung gue sendiri dengan julukan menyeleneh itu. Kalian pasti tau kan apa alasannya? Ya tepat sekali, karena adik gue punya tahi lalat yang cukup besar yang terletak di lereng hidung sebelah kanannya, maka gue namain dia tahi lalat besar. Meskipun gue sering menjaili dan mengganggu dia, tak berarti juga ia tak pernah mengganggu gue. Salah satu hasil kerja keras mengganggu gue yakni, cerita ini ditulis lebih dari yang gue targetkan. Karena setiap gue mau ngetik nih cerita, ia selalu muncul layaknya hantu gentayangan. Menurut gue itu sangat menganggu, karena gue cukup malu jika cerita yang gue buat dibaca oleh orang lain, termasuk adik gue yang sok imut ini. Oh ya, teknologi dan budaya memang sudah terlalu merambah dunia, budaya selfie sekarang sudah bukan menjadi milik orang dewasa dan remaja. Tetapi, adik gue juga kena dampaknya. Buktinya? Setiap kali gue liat adik gue pegang handphone, setiap kali juga gue lihat ia sedang berselfie ria di tempat yang berbeda. Pernah gue jumpai ia sedang selfie di kamar tidurnya sambil bercemin segala. Bukan hanya di kamar tidur, ia juga hobi selfie di ruang tamu terutama tempat duduk bagian pojok. Pantesan tiap kali gue duduk di tempat duduk bagian pojok, gue merasakan kehangatan yang tiada kara. Dan yang lebih parah lagi, gue pernah menyaksikan dengan kepala mata gue sendiri, ibu gue sedang berselfie dengan adik gue di depan layar televisi. Haduh.. ini orang selfie mulu kerjanya. Gak tau apa gue paling takut yang namanya selfie. Bukan apa-apa, karena muka gue yang pas-pasan jadi gue sendiri takut menatap muka gue sendiri di layar kamera. Gue gak peduli meskipun banyak aplikasi pengolah wajah gadungan yang bikin wajah gue putih atau tambah gantenglah, gue gak peduli gue gak akan selfie...
            Setelah gue menceritakan adik gue yang “ imut “, sekarang gue ingin menceritakan kakak-kakak gue yang laki-laki. Kakak gue yang pertama, namanya Kuat Solehman. Nama panggilannya di rumah : kalo gue memanggilnya Kang Soleh, kalo adik gue memanggilnya Kang Soleh, kalau kakak-kakak Kang Soleh memanggilnya Sarbo. Panggilan itu memang sedikit menyeleneh dari kata dasarnya Soleh. Namun, gue belum mampu melakukan penelitian mengapa nama itu dilahirkan. Oke, lupakan nama yang aneh itu. Sekarang gue mau kasih kalian nama kakak gue yang sedikit gaul. Ya, temen-temen Kang Soleh sering memanggilnya dengan nama Mas Zhoel. Haduh.. namanya keren juga ketimbang Sarbo. Usut punya usut, nama itu diciptakan karena Kang Soleh memiliki sebuah blog yang ada nama Zhoelnya. Namun maaf kalian tidak gue beritahu nama blognya, pasalnya kakak gue ini tidak mau menjadi suponsor cerita gue. Jadi gue cuma beri kalian nama panggilannya saja.
            Kakak laki-laki gue yang kedua bernama Salim Hidayat. Tidak ada nama panggilan menyeleneh dari kakak gue ini. Di rumah maupun di lingkungan, ia tetap di panggil Salim. Tapi berbeda dengan nama panggilannya di facebook. Kakak gue ini sering dipanggil Zhaeliem, ya karena kakak gue membuat nama sendiri di facebook-nya dan tidak sesuai dengan nama yang tertera di KTPnya. Kakak gue yang satu ini, memiliki postur yang cukup tinggi untuk kalangan orang Indonesia, kulit yang kuning langsat dan hidung yang lumayan mancung.
Dari ketiga anggota keluarga gue yang laki-laki. Kami memiliki banyak perbedaan dan “ sedikit “ persamaan. Salah satunya adalah :
·         Gue adalah penggila musik bergenre pop masa kini. Baik musik barat, Indonesia, Islami dan sebagainya. Lagu yang paling gue suka adalah lagu yang bernuansa galau. Karena menurut gue, lagu galau itu cukup membuat hati gue nyaman dan tentram. Meksipun kadang gue ikut tercelup ke dalam hayatan lagu itu. Tetapi, dari sekian ribu lagu galau yang pernah gue dengarin, belum ada satupun yang berhasil membuat gue nangis dan tertidur dalam genangan air mata. Dan belum pernah ada satu pun yang membuat rumah gue kebanjiran air mata gue. Mungkin gue terlalu sok tegar mendengar lagu ini, jadi gue gak pernah meneteskan air mata.
·         Kakak pertama gue, Kang Soleh adalah penyuka musik Metal. Gue gak tau mengapa kakak gue suka sama musik genre itu. Mungkin musik itu memiliki arti kehidupan yang mendalam bagi kakak gue. Tapi apa arti kehidupan di dalam musik itu? karena setiap gue mendengar musik metal yang diputarnya gue gak bisa memahami lirik yang disajikan. Mungkin telinga gue udah gak maksimal mendengarkan lagu-lagu yang bernuansa non-galau. Hahaha.. Eh ya ada satu lagi hal yang gue bingungkan, setiap kali kakak gue memutarkan musik metal. Rumah gue serasa mau goyang mengangguk-angguk. Mungkin energi-energi di dalam musik itu telah memasuki arwah rumah gue. Namun, karena rumah keluarga gue sudah tua, gue pasti akan langsung keluar dari rumah tanpa berpikir apapun tatkala musik itu diputar. Gue keluar dari rumah bukan tanpa alasan, tapi gue ingin terhindar dari reruntuhan rumah tua rencot itu.
·         Musik dangdut, campursari, dan pop jaman dahulu adalah musik favorit kakak gue yang kedua. Gue sebenarnya tidak habis pikir dengan kakak gue yang satu ini. Kenapa coba dia masih suka mendengarkan lagu-lagu masa lampau. Gue jadi berpikir, kalau kakak gue itu orangnya susah move on. Masa lampau bukannya di buang malah di hayati, pikir gue.
Tapi ada sepercik kebanggan menempel di dada gue, pasalnya kakak gue masih menyukai produk dalam negeri. Siapa coba yang tidak kenal dengan musik produk dalam negeri ? ya dangdut, meskipun banyak yang mengatakan dangdut itu sudah tidak zaman, namun menurut Kang Salim dangdut masih menjadi primadona bagi kalangan masyarakat Indonesia.
·         Gue, Kang Soleh dan Kang Salim juga memiliki waktu-waktu favorit untuk mendengarkan musik.
Kalau kakak sulung laki-laki gue suka ndengerin lagu pas waktu sebelum dzuhur.
Kakak kedua gue suka muterin musik kalau waktu menunjukan pagi. Biasanya dimulai pukul 05.30 dan berakhir pukul 07.00. Pernahkah kalian membayangkan? Ada seseorang yang mendengarkan lagu pagi-pagi sekali dengan sound system? Wah.. inilah yang kadang membuat gue jengkel. Saat gue sedang asik-asiknya tidur, tiba-tiba gue dikagetkan dengan suara musik yang amat keras bahkan hampir mengalahkan musik metal.
Tapi gue punya akal. Ketika kakak gue sedang keluar rumah untuk duduk di teras, biasanya gue mulai mengutak-ngatik sound system yang ada agar suara yang dihasilkan bisa lebih sedikit pelan. Meskipun gue sendiri kurang begitu paham dengan yang namanya begituan.
Nah kalo gue, berbeda dengan kakak-kakak gue. Gue bisa kapan saja memutar lagu kesukaan gue di sound system. Asalkan ada satu syarat. Syaratnya yaitu ketika kakak gue sedang tidak di rumah. Ya karena ketika kakak gue sedang ada di rumah, biasanya sound systemnya dipakai terus. Dan pastinya, kesempatan gue untuk memakainya menjadi sangat tipis.
            Meskipun gue dan keluarga gue memiliki banyak perbedaan. Tetapi kami tetap menjunjung tinggi perdamaian dan nilai-nilai ke-akuran. Karena dengan adanya perdamaian hidup ini terasa indah.
            Oke Sobat, inilah akhir dari sekelumit batih (keluarga) gue. Jika di dalam cerita ini ada kesamaan tokoh, latar dan sebagainya. Mohon dimaklumi, karena cerita yang gue tulis berdasarkan cerita nyata.

Sekian.. 

Salam Hangat


Imam Arifin

0 comments:

Post a Comment

Silakan Komentar dengan Bijak dan Santun