Pages

PRAKTIKUM DASAR ILMU TANAH

Selamat datang di Imamarifind Blog.Now replace these sentences with your own descriptions.

PRAKTIKUM SOSIOLOGI PEDESAAN

Selamat Datang di Imamarifind Blog.

PADAS 1 2017

Selamat Datang di Imamarifind Blog .

KP3K PADAS 2 2018

Selamat Datang di Imamarifind Blog.

Wednesday, October 12, 2016

Misteri Surga di Hutan Perbatasan

Misteri Surga di Hutan Perbatasan

Hasil gambar untuk Hutan indah

            “Gubyrak...” terdengar suara benda jatuh yang langsung membangunkanku.
Kulirik sekeliling kamarku untuk memastikan suara apa yang aku dengar. Sambil membangkitkan badan yang masih tak mau lepas dari kasur, aku mencoba bangun. Tak ada yang aneh disekitar kamarku, pikirku. Namun ketika aku menatap jendela, nampak seekor burung merpati jatuh tepat di depan jendela. Tak salah lagi, merpati itu menabrak jendela. Namun, mengapa merpati itu ke kamarku? Apa mungkin ada sesuatu yang ingin dia sampaikan kepadaku? Aku mulai bertanya-tanya dalam hipotesisku.
Dengan seribu keberanian dan rasa penasaran aku mencoba mendekat jendela. Langsung ku dorong jendela keluar sehingga nampak burung merpati berwarna putih sedang tergeletak di depan jendela. Tanpa pikir panjang, aku segera mengambil merpati itu. dugaanku benar, nampak secarik surat tercengkrama dengan kuat di kaki merah merpati itu.
“Apa isinya? Mungkinkah dari seseorang?” pikirku menjadi-jadi.
Ini pertama kalinya aku mendapat surat dari seseorang. Jadi, aku sangat tidak sabar untuk membuka dan mengetahui surat itu.
“Burung yang gagah, ijinkan aku mengambil surat ini,” tanyaku pada merpati.
Tak ada jawaban, hanya muka polos seekor burung yang aku lihat. Tanpa pikir panjang aku melepaskan merpati itu.
“Kembalilah ke pemilikmu, ucapkan salam dariku,” aku kembali berbicara dengan seekor burung.
Helaan napas panjang mengiringiku membuka surat. Dengan perlahan, surat itu terbuka dan nampak beberapa kalimat terlihat bermunculan.
Hijau di perbatasan. Berdiri surga di atasnya.
Hanya kalimat itulah yang berhasil aku baca. Apa maksud semua ini? aku mencoba menafsirkan semua kalimat itu.
“Hijau? Di daerah perbatasan?”
“Apa mungkin hutan angker itu? Ah... apa benar?”
“Jika benar, apa maksud kalimat berdiri surga diatasnya? Lebih baik aku menyelidikinya.”
Segera kuambil jaket yang tergantung di dinding kamar. Dengan langkah buru-buru aku langsung menuju ke garasi untuk mengambil sepeda yang nantinya aku gunakan untuk pergi ke hutan.
“Mau kemana nak?” tanya ibuku tepat di belakangku.
“Bukan urusanmu,” kukayuh sepedaku dengan cepat tanpa memperdulikan ibu ku yang masih berdiri di depan garasi.
Aku dengan ibuku memang tidak begitu akrab sejak peristiwa dua tahun yang lalu. Aku masih ingat betul, ketika aku melihat dengan kepala mataku sendiri ibu sedang memberikan sesuatu yang aku yakin itu racun kepada adikku, Alfin. Aku belum bisa menerima semua ini. Alfin adik kesayanganku tewas di dalam kamar setelah menenggak racun itu. Aku betul-betul merasakan kehilangan orang yang selama ini ada denganku. Aku tidak tahu, mengapa ibu setega itu? apakah ibu sudah tidak sayang lagi kepada Alfin? Entah, sampai saat ini aku belum tahu jawaban dari semua ini.
***
            “Thoot..thooot” suara klakso membangunkan pikiranku. Aku tak habis pikir, mengapa aku bersepeda sambil melamunkan sesuatu. Apakah aku sudah gila? Bersepeda di tengah jalan tanpa memperhatikan pengendara yang lain?
            Aku langsung mengayuh sepedaku dengan cepat menuju hutan sebelum matahari naik. Setelah hampir bersepeda selama setengah jam. Akhirnya aku sampai di hutan perbatasan ini. Konon dari banyak cerita yang beredar, di hutan ini banyak mahluk gaibnya. Aku sebenarnya agak ragu untuk pergi ke hutan angker ini. Tapi karena surat ini aku memberanikan diri. Aku berjalan pelan sambil menuntun sepeda. Hutan yang rindang, sepi sungguh menakutkan. Aku mencoba berjalan semakin dalam ke hutan. Namun tiba-tiba, aku seperti mendengar suara-suara yang biasa dibicarakan oleh banyak orang. Inikah mahluk gaibnya? Aku bertanya dalam hati sambil keringat bercucuran. Aku langsung berbalik dan segera pergi meninggalkan hutan ini.
            “Hei tunggu,” Panggil seorang gadis.
            Aku menghentikan langkahku. Aku harus bagaimana? Aku ingin sekali menengok, tapi aku benar-benar takut.
            “Hei cepat kesini!”
            “Kamu siapa?” aku masih membelakanginya.
            “Aku lah pengirim surat itu.” terusnya.
            Aku memberanikan diri untuk melihat gadis itu. Perlahan-lahan aku membalikan badan menghadap gadis itu. Terlihat sesosok wanita muda yang mungkin seumuran denganku sedang berdiri sambil tersenyum kepadaku. Aku masih tak percaya, jika dialah penulis surat ini. Gadis itu mendekatiku dengan pelan kemudian menjulurkan tanganya kepadaku.
            “Aku Rona. Bolehkah aku tahu namamu?”
            “Mahrez. Ya itu namaku,” jawabku ragu-ragu. “Siapakah kamu? Apa yang kamu lakukan di sini? tanyaku penasaran.
            “Ih kamu ini. Aku Rona. Aku memang tinggal disini.”
            “Tinggal disini? Dengan siapa?”
            “Keluargaku,” jawabnya singkat. “Kamu mau ke rumahku?”
            Aku hanya mengangguk. Lalu kuikuti setiap langkah gadis ini. Bola mataku seakan tak mau berhenti melihat sekeliling hutan ini. Benar-benar tidak percaya ada manusia yang tinggal di hutan yang begitu misterius ini. Tak lama kami berjalan, kami telah sampai di rumah Rona. Inikah yang disebut rumah? sebuah gubug yang diletakan diatas pohon. Apa mungkin ini maksud dari kata berdiri surga di atasnya? Entahlah.
            “Benarkah ini rumahmu?” tanyaku.
            “Iya ini rumahku. Emangnya kenapa? Kamu tidak suka?” jawabnya.
            “Engga. Pohon ini tinggi sekali. Bagaimana kita naik?”
            “Apa kamu tidak lihat? Tuh ada tangga?” sambil menunjuk tangga itu.       
            “Ohh ya. Hehe,” jawabku malu.
            Langsung saja Rona memanjat pohon itu dengan cepatnya. Dia benar-benar tidak takut. Pohon ini sangatlah tinggi. Dengan rumahku saja mungkin lebih tinggi ini. Apalagi letaknya yang dekat dengan jurang. Huh, keberanianku mulai tertantang. Namun dengan napas panjang aku mulai memanjat pohon ini, meter demi meter aku lalui. Tidak begitu sulit asalkan aku tetap seimbang dan setidaknya aku tidak menatap ke bawah. Tinggal beberapa meter lagi aku sampai, namun kayu yang aku pijak ternyata rapuh.
            “Gubrak..” aku hampir terjatuh untung ada Rona yang berhasil memegang tanganku.
            “Kamu tetap tenang, pegang erat tanganku,”
            Aku langsung memegang tangan Rona dengan erat. Dengan hentakan yang cukup kuat dari kakiku, akhirnya aku berhasil keluar dari keteledoran ini.
            “Makasih Rona,”
            “Ya sama-sama. Lain kali hati-hati,” jawab gadis berani ini.

            Seketika berdiri di atas pohon ini. Kenyamanan langsung menyentuh kalbu. Tidak seperti yang aku bayangkan. Rumah ini begitu sejuk dan menenangkan. Keindahan yang tergambar dari alam juga sangat mengesankan. Apakah surga ini yang dimaksud? Sungguh mengagumkan.
**to be continued**

Puisi untuk Ahmad Soebarjo

Motto :
“ Jika saudara-saudara ragu akan kemerdekaan, sayalah yang menjadi taruhannya”

 Hasil gambar untuk Ahmad Soebardjo




Jaminan Nyawa di Rengasdengklok

Jiwa tak pernah dihitung
Raga pun selalu kau hiraukan
Jaminan nyawamu jadi akhir
Dalam perseteruan Rengasdengklok
                                                Ahmad Soebarjo
                                                Itulah nama dibalik semua ini
                                                Ucapanmu yang menggetarkan hati
                                                Mampu membisu golongan muda
Ahmad Soebarjo
Andil besar pemikiranmu
Takkan lenyap dalam ingatan
Semangat juang jiwa ragamu
Selalu akan kami terapkan

Pesanan Misterius Bu Bowo

Pesanan Misterius Bu Bowo
Imam Arifin dan Widyananda Dyah Wulandari

Jam belum menunjuk pukul 5 tepat tetapi di dapur itu sudah terlihat kesibukan dari tangan seorang ibu paruh baya bernama Sribawa. Bu Bowo, begitu ia akrab disapa. Hari ini seperti biasa dia bangun pukul 4 pagi untuk menyiapkan pesanan catering dari salah satu pelanggannya, dia biasa bangun pukul 4 jika ada pesanan catering untuk acara pagi hari, hasilnya pesanan akan tersaji tepat pukul 7 untuk diantar ke sang pelanggan.
Tok... tok... tok....“
Terdengar suara pintu diketuk,, itu artinya sudah ada orang yang akan mengantar pesanan ke pelanggan pagi ini.
“Oh iya mas, nanti tolong ini diantar ke tempat kemarin ya,” pinta Bu Bowo.
“Iya bu, nanti saya ambil 2 kali ya, saya pake motor nganternya,” jawab seorang pemuda yang bernama Iwan.
“Iya mas, ya udah hati-hati ya bawanya,” pesan Bu Bowo.
“Iya bu, mari bu,” Iwan pun berlalu dari hadapan Bu Bowo, pergi mengantar pesanan.
***
Kring... kring... kring...“
Dering telepon memecah keheningan di ruang tengah rumah itu, tidak lama setelahnya seorang wanita paruh baya terlihat keluar dari kamarnya dan langsung mengangkat telepon yang terus berdering.
“Halo, dengan Ibu Sribawa?” tanya seorang pria bersuara berat di ujung telepon.
“Ya saya sendiri, ada yang bisa saya bantu pak?” jawab Bu Bowo.
“Oh kebetulan sekali bu. Nama saya Pak Ragil saya mau pesan catering buat acara besok lusa.
“Oh iya pak, bapak mau pesan berapa dan rinciannya gimana pak?”
“Saya mau pesan 500 kotak, bisa bu? Nanti untuk rincian biaya, jam sama alamatnya saya sms ibu, ada nomer yang bisa dihubungi?” tanya pria bersuara berat itu.
“Iya pak, saya bisa, nomer saya ya? Sebentar… 08123456789”
“08123456789?” tanyanya lagi memastikan.
“Betul pak,” jawab Bu Bowo
“Ya sudah nanti saya akan langsung kirim rinciannya.”
“Iya pak, nanti langsung saya belanja terus saya buat secepatnya pak.”
“Baik, terima kasih.
“Iya sama-sama pak.
Setelah tau apa saja yang akan dimasak, Bu Bowo meminta anaknya mengantarnya ke pasar membeli bahan makanan. Seperti biasa, Bu Bowo langsung mengambil bahan makanan tanpa membayar terlebih dulu, sudah menjadi kebiasaannya di pasar itu, dia sudah menjadi langganan dan akan membayar jika pesanan catering telah dibayar seluruhnya. Sesampainya di rumah, dia mengeluarkan semua bahan yang telah dibelinya.
“Cape juga ya kalo masak sendiri. Wang, tolong kamu bilang ke tetangga sebelah bantu ibu masak buat acara besok, nanti suruh langsung ke dapur ya,” pinta bu bowo pada anaknya, Awang.
“Iya bu, nanti aku akan bilang,” jawab anaknya.
Pukul 2 tepat, sudah ada 4 orang di dapur yang membantu Bu Bowo memasak. Bu Bowo memang sering meminta bantuan tetangganya jika pesanan catering sedang banyak, semakin banyak pesanan semakin banyak tetangga yang ia pekerjakan. Sampai pukul 9 malam, tetangga yang ia pekerjakan pulang dan akan membantu lagi besok pagi.
Paginya, seperti biasa dia bangun pukul 4 pagi dan meneruskan pekerjaannya. Acara dimulai pukul 8 pagi jadi masakan harus selesai maksimal pukul 7.30. pesanan selesai pukul 7.30 tepat seperti yang direncanakan, itu artinya sekarang waktunya mengantar pesanan ke pelanggan, pemuda yang biasa mengantar pesanan sudah siap di depan dengan mobil pick-upnya. Pemuda itu dengan dibantu Bu Bowo, anak serta tetangganya menaikkan kotak pesanan ke mobil pick-up. 10 menit cukup untuk menaikan semua kotak ke mobil, sekarang waktunya pemuda itu mengantar pesanan. Entah kenapa, perasaan bu bowo tidak enak kali ini, seperti dia tau akan ada hal buruk yang terjadi, tapi dia tidak ambil pusing dengan itu semua.
Pukul 9, mobil pick-up baru tiba kembali di rumah Bu Bowo. Tidak seperti biasanya, kali ini kotak pesanan masih lengkap. Aneh, mobil yang selalu kosong tiap mengantar pesanan sekarang masih penuh dengan kotak tanpa berkurang satupun.
“Lho mas ini kenapa kok pesanannya tidak dianter?” tanya Bu Bowo khawatir.
“Jadi seperti ini bu, tadi saya sudah ke tempat yang ditulis di kertas ini tapi orang yang ada di alamat ini tidak pesen catering, saya sempet bicara panjang lebar sama dia bahkan sampe muter-muter nyari alamat lagi sampai akhirnya saya sadar, kayanya kita ditipu bu,” terang pemuda itu panjang lebar.
“Astaghfirullah,” ucap Bu Bowo. Sontak tubuhnya lemas terduduk di sebuah kursi di teras rumah. Anak dan tetangga yang melihatnya heran dan bertanya apa yang terjadi. Setelah dijelaskan oleh Iwan, mereka terkejut dan segera beristighfar. Kejadian yang tak pernah diharapkan telah menimpa Ibu Sribawa. Kini hanya ada beban yang terdampar di depan mata. Beban yang begitu berat untuk ia hadapi. Bagaimana ia harus membayar beberapa tetangganya yang telah membantu, dan bagaimana membayar bahan masakan yang telah ia beli. Namun ia mencoba menatap segala kemungkinan yang akan terjadi ke depan. Dia berupaya untuk bangkit dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
Tidak membutuhkan waktu lama, Bu Bowo mencoba untuk berucap ke tetangganya tentang musibah yang menimpanya. Tetangga yang mengetahui hal itupun sontak bersimpati pada Bu Bowo, mereka bahkan tidak meminta bayaran atas bantuan mereka, mereka memaklumi kondisi Bu Bowo saat ini yang pasti sangat terpuruk. Setelah sepenuhnya sadar ia pun memutuskan untuk membagikan pesanan kepada para tetangga yang telah membantunya sebagai ucapan terima kasih. Namun pesanan itu masih tersisa banyak. Sehingga kebingungan terlihat jelas tertulis di kening Bu Bowo. Dia mencoba mencari alternatif lain untuk menyelesaikan masalah ini. Tidak mungkin baginya untuk membuang makanan sebanyak itu.
“Bu, bagaimana kalau makanan itu kita berikan kepada anak yatim piatu?” tanya Awang.
“Anak yatim piatu? Apa nanti kita tidak merugi?” jawab Bu Bowo.
“Tidak ada yang merugi bu. Kalau ibu ikhlas memberinya. Aku yakin Allah akan membantu kita,” tambah Awang.
Mendengar perkataan suci dari anaknya, Bu Bowo merenung. Selang beberapa menit, akhirnya Bu Bowo menyetujui saran dari anaknya. Ia segera memanggil Iwan untuk mengantarnya beserta Awang ke panti asuhan terdekat.
“Iwan..” panggil Bu Bowo.
“Iya Bu, ada apa?” jawab Iwan sambil memasuki rumah.
“Tolong kamu antarkan saya dan Awang ke panti asuhan.”
“Ke panti asuhan bu?” iwan memastikan.
“Iya..” jawab Bu Bowo singkat.
Perjalanan menuju ke panti asuhan hanya memakan beberapa menit saja. Hal ini dikarenakan jarak dari rumah ke panti asuhan tidak terlalu jauh. Sesampainya di panti asuhan, pancaran wajah penuh keceriaan dari anak panti terlihat jelas tatkala mereka datang. Tanpa pikir panjang, Bu Bowo langsung menuju ke ruangan pengurus panti asuhan guna meminta izin untuk memberikan beberapa makanan. Setelah mendapatkan izin dari pengurus panti. Mereka segera menurunkan makanan dari mobil box dan menaruhnya di sebuah ruangan yang telah berisi banyak anak panti. Sebelum menyerahkan makanan itu, Bu Bowo meminta kepada anak panti untuk memberikan sebuah do’a kepadanya agar kelak mendapat kebaikan dan kelancaran dalam hidup. Serentak ucapan do’a dan harapan yang tulus keluar dari mulut mereka. Setelah itu, Bu Bowo memberikan makanan itu kepada tiap anak yatim. Mereka segera memakannya dengan lahap dan penuh dengan sukacita.
***

Beberapa hari setelah ke panti asuhan. Keberkahan mulai datang ke keluarga Bu Bowo. Makin hari semakin banyak yang memesan makanan mereka. Bukan hanya dari daerahnya melainkan sudah sampai ke luar daerah. Ya, usaha katering Bu Bowo kini semakin besar dan terkenal, ini semua berkat doa dan usaha yang dilakukannya. Walaupun pernah ditipu dan hampir bangkrut karenanya, Bu Bowo tidak menyerah, bahkan ia berusaha lebih giat dari sebelumnya dan hasilnya usahanya semakin besar dari hari ke hari. Inilah yang disebut kuasa Tuhan. Dibalik setiap musibah, pasti ada hikmah yang bisa diambil. Dari pesanan misterius yang sampai sekarang tidak ia ketahui siapa yang melakukannya, sekarang ia menjadi lebih berhati-hati jika ada pesanan baik dalam skala besar maupun kecil. Untuk menjadi besar, terkadang kita memang harus melewati rintangan besar yang akan mendewasakan kita, karena dibalik setiap musibah pasti akan ada hikmah di dalamnya. Inilah prinsip yang terus dipegang Bu Bowo sampai sekarang sehingga ia selalu siap jika sesuatu terjadi. Ia yakin, rencana Tuhan tidak ada yang buruk, entah kapan ujian itu akan datang lagi, satu yang pasti adalah setiap ujian pasti ada jalan keluarnya, entah jalan apa yang digunakannya.