Pages

Friday, August 7, 2015

MY STORY : SAHABAT MONSTER PEMALAK

Sahabat Monster Pemalak
            Pagi yang telah mengganti malam kini menjadi harapan baru bagi seorang anak muda yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Daun-daun yang berjatuhan di halaman rumah, menjadi pemandangan yang begitu serius di pikiran kecilnya. Setelah melangkahkan kedua kaki secara bergantian di depan pintu, ia kemudian duduk sambil meletakkan sepasang sepatu di kedua kaki kecilnya. Tangan-tangan mungil mulai menari-nari menggenggam tali sepatu yang berwarna putih kekuningan. Dibentuknya tali-tali itu menjadi sebuah bentuk pita yang begitu cantik di hadapan muka.
“Bu... Aris mau berangkat sekolah..” teriaknya.
Dengan cepat, wanita berumur sepertiga abad itu memunculkan wajahnya.
“ Ya.. hati-hati di jalan. Ini uang sakunya..”.
“ Makasih Bu.. Iya udah, Aris berangkat dulu ya.. Assalamu’alaikum.”
“ Iya .. wa’alaikumsalam”.
Aris mulai menapaki kaki-kakinya menuju sekolah kesayangan. Terlihat tubuh kecilnya menghilang di persimpangan jalan depan rumah.
            Sesampainya di depan sekolah. Dia teringat akan sesuatu, sesuatu yang sangat menjanggal baginya.
“ Astaghfirullah, hari ini pasti aku akan dipalak.” pikirnya.
Kemudian dia mulai mencari sebuah ide untuk menghindari uang-uang yang ia miliki jatuh ke genggaman pemalak di kelas. Pemalak yang dikenal memiliki postur yang tinggi dan besar ini sangat ditakuti oleh teman-temannya di kelas. Pemalak ini bernama Tason, yang berumur  dua tahun lebih tua dibandingkan teman-teman lain termasuk Aris. Tason sering di juluki Aris dengan julukan Si Monster.
            Ide pun muncul di balik otak kreatifnya. Meskipun hanya uang tunggal bergambar Kapiten Patimura yang sudah lecek yang ia miliki. Tetapi ia tidak rela memberikan uang tersebut kepada Si Monster. Untuk itu, ia mulai memasukkan uang tersebut kedalam kaos kaki putih yang menempel di kaki kirinya. Kemudian dengan langkah berani ia mulai memasuki sekolah yang dicintai. Namun di tengah lapangan upacara, dia terkejut tatkala melihat Tason mulai mendekatinya dengan muka yang sedikit masam. Dia sebenarnya ingin menghindar, tetapi sayang dia sudah terlambat.
“ Hey.. Aris.. “ Sahut Santo.
“ Eee.. iya. Ada apa ?” Jawab Aris dengan gugup.
“ Uang mu mana? Cepat keluarkan.!!!” Minta Santo.
“ Uang? Uang apa? Aku gak bawa uang..” balas Aris.
“ Uang apa katamu ? uang ya uang. Cepetan.!!!.” Bentak Santo.
“ Aku gak bawa uang, kalau gak peercaya silakan periksa sendiri.”
Kemudian Tason mulai memeriksa tubuh Aris. Namun sayang, hasilnya nihil. Setelah itu, ia langsung pergi meninggalkan Aris dan segera menuju ke korban selanjutnya. Dalam hati, Aris berkata,” Huh.. allhamdulillah ..”
            Kabut yang merayapi permukaan sekolah seraya kabur melarikan diri tatkala mendengar suara lonceng tanda masuk pelajaran sekolah. Anak-anak dari setiap kelas di sekolah ini mulai mengatur barisan untuk memasuki ruang kelas. Kemudian Ibu guru berdiri di depan pintu untuk memeriksa kesehatan fisik dari murid-muridnya, seperti kuku, rambut, pakaian dan gigi. Satu persatu muridnya diperiksa, dan yang ketahuan belum membersihkan gigi dan kuku akan dinasehati sekaligus dicatat di catatan harian guru. Sedangkan yang belum merapikan rambut, di wajibkan untuk dirapikan pada hari esoknya. Sementara itu bagi yang belum merapikan pakaiannya, diharuskan untuk merapikannya dulu ke kamar mandi siswa. Tetapi ada satu muridnya yang benar-benar belum bersih maupun belum rapi semuanya. Murid yang dimaksud yaitu Tason. Gigi besarnya nampak seperti dilapisi keju yang tipis, seperti juga kukunya yang berwarna hitam dan panjang. Sementara rambut hitamnya begitu terlihat tebal seperti gundukan pasir hitam di pinggir pantai, dan bajunya terlihat sedikit keluar. Untuk itu, muridnya itu diwajibkan untuk segera merapikan semuanya dan tak lupa ia harus dimasukkan kedalam catatan harian guru.
            Setelah semuanya diperiksa, pelajaran dimulai. Seperti sekolah biasa, sebelum pelajaran dimulai dipastikan dahulu semuanya berdoa. Mata pelajaran kali ini adalah Bahasa Indonesia. Mata pelajaran ini dipegang oleh guru muda yang sangat cantik yang bernama Bu Fera. Setelah berdoa, Bu Fera mulai menuliskan sebuah kalimat cukup panjang dengan menggunakan Huruf Latin ( Halus ).  Kemudian diikuti dengan gerakan tangan-tangan mungil dari muridnya. Namun tidak dengan Si Monster, tangan kekarnya tak mampu membuat lekukan-lekukan huruf yang indah seperti teman-temannya. Untuk itu, ia hanya terdiam sambil menggerakan pulpen hitam di tangan kirinya. Namun, beberapa menit kemudian, ia dikejutkan dengan datangnya Bu Fera ke mejanya. Senyuman yang senantiasa terukir indah di mulut Bu Fera seakan-akan berbengkok membentuk gundukan gunung yang landai.
“ Mati nih. Aku bakalan dimarahin habis-habisan sama Bu Fera.” Pikir Tason dengan tergesa-gesa.
Bu Fera mulai mendekat, kemudian ia bertanya. “ Tason, kamu sudah selesai menulisnya?”
“Belum, Bu. Sebentar lagi.” Jawabnya dengan pelan.
“ Coba Bu guru lihat.” Sambil mengulurkan tangan.
Kemudian ia mulai menyerahkan bukunya kepada Bu Fera.
“ Kamu belum nulis, Tason? Tanya Bu Fera.
“ Belum Bu. Aku nggak bisa nulis latin.”
“ Tason, kamu bisanya apa sih? Kamu niat sekolah atau tidak? Sekolah itu bukan untuk main-main.”
Serentak semua siswa kaget dengan omelan dari Bu Fera. Terlihat beberapa siswa mencoba melirik ke meja Tason untuk melihat apa yang terjadi.
“ Tason, karena kamu tidak mau melaksanakan perintah ibu. Besok kamu harus menulis kalimat Saya akan patuh kepada Bu Guru sebanyak 100 kali dengan menggunakan huruf latin. Kalau kamu telat satu hari, kamu harus menulis 2 kali lipat. Kamu paham?” sambil melototkan matanya.
“ Saya paham Bu.” Jawabnya dengan kepala menunduk.
            Lonceng tanda berakhirnya sekolah berbunyi alangkah indahnya. Kepenatan dan kelelahan yang dialami para siswa terasa menguap menjunjung tinggi. Sekumpulan siswa mulai keluar dari kelas dengan wajah berseri-seri. Panasnya sang surya tak dirasakannya, hanya satu hal yang sedang mereka nanti-nantikan. Ya, bermain adalah acara mereka selanjutnya. Namun, berbeda dengan Aris, ia malahan berniat untuk pergi ke rumah Si Monster untuk belajar bersama. Setelah sampai di rumah dan menyantap makan siang. Aris langsung bergegas ke rumah Si Monster dengan menggunakan sepeda mungil bekas berwarna kekuning-kuningan. Dikayuhnya sepeda itu dengan sedikit cepat menuju ke rumah Si Monster. Sesampainya di sana, ia mulai mengetuk pintu dan mengucapkan salam.
“ tok..tok..tok.. assalamu’alaikum” diketoknya pintu rumah Tason. Namun tidak ada jawaban. Kemudian dia mulai mengetok pintunya lagi.
“ tok..tok..tok..assalamu’alaikum” kembali tidak ada jawaban.
Aris sedikit keheran-heranan dengan keadaan rumah Tason. Rumah berwarna putih keabu-abuan dengan lantai berwarna putih ini layaknya rumah kosong. Terasnya kotor dengan ceceran daun kering dan percikan tanah lumpur. Tiba-tiba bulu romanya berdiri, dan bayangan hitam terlihat di belakangnya. Aris mulai ketakutan, ia tidak berani menoleh kearah belakang. Namun, bayangan hitam itu kemudian berucap,” Hey, sedang apa kamu di sini?” ternyata bayangan hitam itu Si Monster. Rupanya ia baru sampai di rumah.
“ Aa..aku mau...” Jawab Aris dengan terbata-bata.
“ Jawab yang benar.” Mata besarnya mulai membesar menatap Aris.
“ Aku hanya ingin mengajak kamu belajar bersama.” Jawab Aris dengan pelan.
“ Belajar? Mengapa kamu menyuruh aku belajar? Sana, belajar sendiri.”
“ Tapi, aku hanya ingin membantumu “ tolak Aris dengan beraninya.
“ Membantu apa?”
“ Aku tau, kamu memang cukup kesulitan menulis huruf latin. Untuk itu aku ingin membantu kamu belajar menulisnya.”
“ Hmm.. apa kamu tidak bercanda?”
“ Iya, aku tidak bercanda.”
Kemudian Tason setuju dan diajaknya masuk ke dalam rumah.
            Suara pintu berderet panjang keluar ketika pintu dibuka. Nampak terlihat beberapa benda kusam menyelimuti ruang pertama rumahnya. Baju yang nampak kotor, bantal, dan beberapa makanan ringan terlihat membanjiri rumah. Ditambah lagi dengan harum apek yang menghiasi diseluruh bagian rumah. Membuat Aris ingin segera keluar rumah karena tidak tahan melihatnya. Seperti inikah “ Rumahku Istanaku”?, pikir Aris dalam hati. Lalu dengan segera terlihat Si Monster sedang melepaskan pakaian putihnya. Dibuangnya pakaian itu ke dalam sofa kecil berwarna merah yang penuh dengan lubang. Aris hanya menggeleng-geleng kepala melihat kelakuan Si Monster. Dia sebenarnya ingin menasehatinya, namun ia belum berani berdebat dengan Si Monster itu.
            “ Bagaimana kalau kita belajar di teras aja?” pintanya.
            “ Di teras? Di teras itu kotor, aku belum membersihkannya.” Balas Tason.
            “ Di sini malah lebih kotor.” Pikirnya.
            “ Di teras aja biar lebih nyaman dan seger.” Kembali Aris meminta.
            “ Oke deh.”
Waktu dengan cepat berganti. Dan hari telah menunjukan pukul 17.30. Aris telah berhasil membantu Si Monster belajar menulis huruf latin. Dia dengan penuh kesabaran membantu Si Monster menyelesaikan tugas hukuman. Layaknya batu yang jika selalu ditetesi air akan pecah, hati dan sikap Tason juga sedikit demi sedikit mulai berubah. Sejak saat itu, mereka selalu belajar bersama. Mereka saling bertukar pikiran, berbagi cerita dan saling menasehati. Berkat Aris, Si Monster yang pemalas dan penindas itu sudah mampu lepas dari jeratan sikap buruk.
Kini Si Monster bukan hanya menjadi teman belajarnya. Melainkan sahabat sejatinya. Mereka saling bersaing memperebutkan yang terbaik di kelas, saling membantu dan saling melindungi. Santo telah menjadi sahabat sekaligus bodyguard nya Aris. Karena sejak mereka bersahabat, Aris selalu mendapat perlindungannya. Kini tidak ada yang berani mengganggu Aris, bahkan dengan adanya Si Monster. Sekolah mereka menjadi aman, damai, dan menyenangkan.

                                           Sekian
          
Salam Hangat,

Imam Arifin
           

0 comments:

Post a Comment

Silakan Komentar dengan Bijak dan Santun