Sahabat Monster Pemalak
Pagi
yang telah mengganti malam kini menjadi harapan baru bagi seorang anak muda
yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Daun-daun yang berjatuhan di halaman
rumah, menjadi pemandangan yang begitu serius di pikiran kecilnya. Setelah
melangkahkan kedua kaki secara bergantian di depan pintu, ia kemudian duduk
sambil meletakkan sepasang sepatu di kedua kaki kecilnya. Tangan-tangan mungil
mulai menari-nari menggenggam tali sepatu yang berwarna putih kekuningan.
Dibentuknya tali-tali itu menjadi sebuah bentuk pita yang begitu cantik di
hadapan muka.
“Bu... Aris mau berangkat sekolah..” teriaknya.
Dengan cepat, wanita berumur sepertiga abad itu
memunculkan wajahnya.
“ Ya.. hati-hati di jalan. Ini uang sakunya..”.
“ Makasih Bu.. Iya udah, Aris berangkat dulu ya..
Assalamu’alaikum.”
“ Iya .. wa’alaikumsalam”.
Aris mulai menapaki kaki-kakinya menuju sekolah
kesayangan. Terlihat tubuh kecilnya menghilang di persimpangan jalan depan
rumah.
Sesampainya
di depan sekolah. Dia teringat akan sesuatu, sesuatu yang sangat menjanggal
baginya.
“ Astaghfirullah, hari ini pasti aku akan dipalak.”
pikirnya.
Kemudian dia mulai mencari sebuah ide untuk
menghindari uang-uang yang ia miliki jatuh ke genggaman pemalak di kelas.
Pemalak yang dikenal memiliki postur yang tinggi dan besar ini sangat ditakuti
oleh teman-temannya di kelas. Pemalak ini bernama Tason, yang berumur dua tahun lebih tua dibandingkan teman-teman
lain termasuk Aris. Tason sering di juluki Aris dengan julukan Si Monster.
Ide
pun muncul di balik otak kreatifnya. Meskipun hanya uang tunggal bergambar Kapiten Patimura yang sudah lecek yang
ia miliki. Tetapi ia tidak rela memberikan uang tersebut kepada Si Monster.
Untuk itu, ia mulai memasukkan uang tersebut kedalam kaos kaki putih yang
menempel di kaki kirinya. Kemudian dengan langkah berani ia mulai memasuki
sekolah yang dicintai. Namun di tengah lapangan upacara, dia terkejut tatkala
melihat Tason mulai mendekatinya dengan muka yang sedikit masam. Dia sebenarnya
ingin menghindar, tetapi sayang dia sudah terlambat.
“ Hey.. Aris.. “ Sahut Santo.
“ Eee.. iya. Ada apa ?” Jawab Aris dengan gugup.
“ Uang mu mana? Cepat keluarkan.!!!” Minta Santo.
“ Uang? Uang apa? Aku gak bawa uang..” balas Aris.
“ Uang apa katamu ? uang ya uang. Cepetan.!!!.”
Bentak Santo.
“ Aku gak bawa uang, kalau gak peercaya silakan
periksa sendiri.”
Kemudian Tason mulai memeriksa tubuh Aris. Namun
sayang, hasilnya nihil. Setelah itu, ia langsung pergi meninggalkan Aris dan
segera menuju ke korban selanjutnya. Dalam hati, Aris berkata,” Huh..
allhamdulillah ..”
Kabut
yang merayapi permukaan sekolah seraya kabur melarikan diri tatkala mendengar
suara lonceng tanda masuk pelajaran sekolah. Anak-anak dari setiap kelas di
sekolah ini mulai mengatur barisan untuk memasuki ruang kelas. Kemudian Ibu
guru berdiri di depan pintu untuk memeriksa kesehatan fisik dari
murid-muridnya, seperti kuku, rambut, pakaian dan gigi. Satu persatu muridnya
diperiksa, dan yang ketahuan belum membersihkan gigi dan kuku akan dinasehati
sekaligus dicatat di catatan harian guru. Sedangkan yang belum merapikan
rambut, di wajibkan untuk dirapikan pada hari esoknya. Sementara itu bagi yang
belum merapikan pakaiannya, diharuskan untuk merapikannya dulu ke kamar mandi
siswa. Tetapi ada satu muridnya yang benar-benar belum bersih maupun belum rapi
semuanya. Murid yang dimaksud yaitu Tason. Gigi besarnya nampak seperti
dilapisi keju yang tipis, seperti juga kukunya yang berwarna hitam dan panjang.
Sementara rambut hitamnya begitu terlihat tebal seperti gundukan pasir hitam di
pinggir pantai, dan bajunya terlihat sedikit keluar. Untuk itu, muridnya itu
diwajibkan untuk segera merapikan semuanya dan tak lupa ia harus dimasukkan kedalam
catatan harian guru.
Setelah
semuanya diperiksa, pelajaran dimulai. Seperti sekolah biasa, sebelum pelajaran
dimulai dipastikan dahulu semuanya berdoa. Mata pelajaran kali ini adalah
Bahasa Indonesia. Mata pelajaran ini dipegang oleh guru muda yang sangat cantik
yang bernama Bu Fera. Setelah berdoa, Bu Fera mulai menuliskan sebuah kalimat
cukup panjang dengan menggunakan Huruf Latin ( Halus ). Kemudian diikuti dengan gerakan tangan-tangan
mungil dari muridnya. Namun tidak dengan Si Monster, tangan kekarnya tak mampu
membuat lekukan-lekukan huruf yang indah seperti teman-temannya. Untuk itu, ia
hanya terdiam sambil menggerakan pulpen hitam di tangan kirinya. Namun,
beberapa menit kemudian, ia dikejutkan dengan datangnya Bu Fera ke mejanya.
Senyuman yang senantiasa terukir indah di mulut Bu Fera seakan-akan berbengkok
membentuk gundukan gunung yang landai.
“ Mati nih. Aku bakalan dimarahin habis-habisan sama
Bu Fera.” Pikir Tason dengan tergesa-gesa.
Bu Fera mulai mendekat, kemudian ia bertanya. “ Tason,
kamu sudah selesai menulisnya?”
“Belum, Bu. Sebentar lagi.” Jawabnya dengan pelan.
“ Coba Bu guru lihat.” Sambil mengulurkan tangan.
Kemudian ia mulai menyerahkan bukunya kepada Bu
Fera.
“ Kamu belum nulis, Tason? Tanya Bu Fera.
“ Belum Bu. Aku nggak bisa nulis latin.”
“ Tason, kamu bisanya apa sih? Kamu niat sekolah
atau tidak? Sekolah itu bukan untuk main-main.”
Serentak semua siswa kaget dengan omelan dari Bu
Fera. Terlihat beberapa siswa mencoba melirik ke meja Tason untuk melihat apa
yang terjadi.
“ Tason, karena kamu tidak mau melaksanakan perintah
ibu. Besok kamu harus menulis kalimat Saya akan patuh kepada Bu Guru
sebanyak 100 kali dengan menggunakan huruf latin. Kalau kamu telat satu hari,
kamu harus menulis 2 kali lipat. Kamu paham?” sambil melototkan matanya.
“ Saya paham Bu.” Jawabnya dengan kepala menunduk.
Lonceng
tanda berakhirnya sekolah berbunyi alangkah indahnya. Kepenatan dan kelelahan
yang dialami para siswa terasa menguap menjunjung tinggi. Sekumpulan siswa mulai
keluar dari kelas dengan wajah berseri-seri. Panasnya sang surya tak
dirasakannya, hanya satu hal yang sedang mereka nanti-nantikan. Ya, bermain
adalah acara mereka selanjutnya. Namun, berbeda dengan Aris, ia malahan berniat
untuk pergi ke rumah Si Monster untuk belajar bersama. Setelah sampai di rumah
dan menyantap makan siang. Aris langsung bergegas ke rumah Si Monster dengan
menggunakan sepeda mungil bekas berwarna kekuning-kuningan. Dikayuhnya sepeda
itu dengan sedikit cepat menuju ke rumah Si Monster. Sesampainya di sana, ia
mulai mengetuk pintu dan mengucapkan salam.
“ tok..tok..tok.. assalamu’alaikum” diketoknya pintu
rumah Tason. Namun tidak ada jawaban. Kemudian dia mulai mengetok pintunya
lagi.
“ tok..tok..tok..assalamu’alaikum” kembali tidak ada
jawaban.
Aris sedikit keheran-heranan dengan keadaan rumah
Tason. Rumah berwarna putih keabu-abuan dengan lantai berwarna putih ini
layaknya rumah kosong. Terasnya kotor dengan ceceran daun kering dan percikan
tanah lumpur. Tiba-tiba bulu romanya berdiri, dan bayangan hitam terlihat di
belakangnya. Aris mulai ketakutan, ia tidak berani menoleh kearah belakang.
Namun, bayangan hitam itu kemudian berucap,” Hey, sedang apa kamu di sini?” ternyata
bayangan hitam itu Si Monster. Rupanya ia baru sampai di rumah.
“ Aa..aku mau...” Jawab Aris dengan terbata-bata.
“ Jawab yang benar.” Mata besarnya mulai membesar
menatap Aris.
“ Aku hanya ingin mengajak kamu belajar bersama.”
Jawab Aris dengan pelan.
“ Belajar? Mengapa kamu menyuruh aku belajar? Sana,
belajar sendiri.”
“ Tapi, aku hanya ingin membantumu “ tolak Aris
dengan beraninya.
“ Membantu apa?”
“ Aku tau, kamu memang cukup kesulitan menulis huruf
latin. Untuk itu aku ingin membantu kamu belajar menulisnya.”
“ Hmm.. apa kamu tidak bercanda?”
“ Iya, aku tidak bercanda.”
Kemudian Tason setuju dan diajaknya masuk ke dalam
rumah.
Suara
pintu berderet panjang keluar ketika pintu dibuka. Nampak terlihat beberapa
benda kusam menyelimuti ruang pertama rumahnya. Baju yang nampak kotor, bantal,
dan beberapa makanan ringan terlihat membanjiri rumah. Ditambah lagi dengan
harum apek yang menghiasi diseluruh bagian rumah. Membuat Aris ingin
segera keluar rumah karena tidak tahan melihatnya. Seperti inikah “ Rumahku
Istanaku”?, pikir Aris dalam hati. Lalu dengan segera terlihat Si Monster
sedang melepaskan pakaian putihnya. Dibuangnya pakaian itu ke dalam sofa kecil berwarna
merah yang penuh dengan lubang. Aris hanya menggeleng-geleng kepala melihat
kelakuan Si Monster. Dia sebenarnya ingin menasehatinya, namun ia belum berani
berdebat dengan Si Monster itu.
“
Bagaimana kalau kita belajar di teras aja?” pintanya.
“
Di teras? Di teras itu kotor, aku belum membersihkannya.” Balas Tason.
“
Di sini malah lebih kotor.” Pikirnya.
“
Di teras aja biar lebih nyaman dan seger.” Kembali Aris meminta.
“
Oke deh.”
Waktu dengan cepat berganti. Dan hari
telah menunjukan pukul 17.30. Aris telah berhasil membantu Si Monster belajar
menulis huruf latin. Dia dengan penuh kesabaran membantu Si Monster
menyelesaikan tugas hukuman. Layaknya batu yang jika selalu ditetesi air akan
pecah, hati dan sikap Tason juga sedikit demi sedikit mulai berubah. Sejak saat
itu, mereka selalu belajar bersama. Mereka saling bertukar pikiran, berbagi
cerita dan saling menasehati. Berkat Aris, Si Monster yang pemalas dan penindas
itu sudah mampu lepas dari jeratan sikap buruk.
Kini Si Monster bukan hanya menjadi
teman belajarnya. Melainkan sahabat sejatinya. Mereka saling bersaing
memperebutkan yang terbaik di kelas, saling membantu dan saling melindungi.
Santo telah menjadi sahabat sekaligus bodyguard nya Aris. Karena sejak
mereka bersahabat, Aris selalu mendapat perlindungannya. Kini tidak ada yang
berani mengganggu Aris, bahkan dengan adanya Si Monster. Sekolah mereka menjadi
aman, damai, dan menyenangkan.
Sekian
Salam Hangat,
Imam Arifin
0 comments:
Post a Comment
Silakan Komentar dengan Bijak dan Santun