Aku masih ingat diantara dua kerudung berwarna biru tua dan cokelat, ku temukan selembar harapan yang selama ini belum pernah aku tulis lagi. Dia.. Berhijab berwarna merah yang sungguh menggetarkan jiwa. Tatapan matanya teduh, pandangannya sempurna. Tapi aku tak berani menyapa, bukan karena malu. Tapi hanya menunggu, menunggu, dan menunggu. Hingga dia bicara.
Tutur katanya lembut meskipun ada keraguan. Aku merasakan itu. Semakin dia berbicara, semakin membuatku takut ingin mengenal lebih jauh tentang dirimu. Aku takut, nafsuku kembali tercabut kepada seseorang yang tak pernah aku bayangkan. Aku takut, niatku ciut untuk segera memilikimu.
Kau seperti memberiku tinta harapan. Yang sudah tidak pernah aku rasakan lagi, begitu lamanya. Haruskah aku menulis dengan tintamu? Di selembar kertas harapan yang sudah lama membisu. Menyaksikan masa laluku yang begitu pahit empedu.
Aku pikir ini hanya sebuah petaka. Yang datang tak pernah kuduga. Atau dia bukan datang? Tapi aku yang mengada-ada. Aku khawatir, dengan mengenalmu. Cinta prematurku mampu menguasai jiwaku dan membebani hidupku.
0 comments:
Post a Comment
Silakan Komentar dengan Bijak dan Santun