Misteri
Surga di Hutan Perbatasan
“Gubyrak...” terdengar
suara benda jatuh yang langsung membangunkanku.
Kulirik sekeliling kamarku untuk memastikan suara
apa yang aku dengar. Sambil membangkitkan badan yang masih tak mau lepas dari
kasur, aku mencoba bangun. Tak ada yang aneh disekitar kamarku, pikirku. Namun ketika
aku menatap jendela, nampak seekor burung merpati jatuh tepat di depan jendela.
Tak salah lagi, merpati itu menabrak jendela. Namun, mengapa merpati itu ke
kamarku? Apa mungkin ada sesuatu yang ingin dia sampaikan kepadaku? Aku mulai
bertanya-tanya dalam hipotesisku.
Dengan seribu keberanian dan rasa penasaran aku
mencoba mendekat jendela. Langsung ku dorong jendela keluar sehingga nampak
burung merpati berwarna putih sedang tergeletak di depan jendela. Tanpa pikir
panjang, aku segera mengambil merpati itu. dugaanku benar, nampak secarik surat
tercengkrama dengan kuat di kaki merah merpati itu.
“Apa isinya? Mungkinkah dari seseorang?” pikirku
menjadi-jadi.
Ini pertama kalinya aku mendapat surat dari
seseorang. Jadi, aku sangat tidak sabar untuk membuka dan mengetahui surat itu.
“Burung yang gagah, ijinkan aku mengambil surat
ini,” tanyaku pada merpati.
Tak ada jawaban, hanya muka polos seekor burung yang
aku lihat. Tanpa pikir panjang aku melepaskan merpati itu.
“Kembalilah ke pemilikmu, ucapkan salam dariku,” aku
kembali berbicara dengan seekor burung.
Helaan napas panjang mengiringiku membuka surat.
Dengan perlahan, surat itu terbuka dan nampak beberapa kalimat terlihat
bermunculan.
Hijau
di perbatasan. Berdiri surga di atasnya.
Hanya kalimat itulah yang berhasil aku baca. Apa
maksud semua ini? aku mencoba menafsirkan semua kalimat itu.
“Hijau? Di daerah perbatasan?”
“Apa mungkin hutan angker itu? Ah... apa benar?”
“Jika benar, apa maksud kalimat berdiri surga
diatasnya? Lebih baik aku menyelidikinya.”
Segera kuambil jaket yang tergantung di dinding
kamar. Dengan langkah buru-buru aku langsung menuju ke garasi untuk mengambil
sepeda yang nantinya aku gunakan untuk pergi ke hutan.
“Mau kemana nak?” tanya ibuku tepat di belakangku.
“Bukan urusanmu,” kukayuh sepedaku dengan cepat
tanpa memperdulikan ibu ku yang masih berdiri di depan garasi.
Aku dengan ibuku memang tidak begitu akrab sejak
peristiwa dua tahun yang lalu. Aku masih ingat betul, ketika aku melihat dengan
kepala mataku sendiri ibu sedang memberikan sesuatu yang aku yakin itu racun
kepada adikku, Alfin. Aku belum bisa menerima semua ini. Alfin adik
kesayanganku tewas di dalam kamar setelah menenggak racun itu. Aku betul-betul
merasakan kehilangan orang yang selama ini ada denganku. Aku tidak tahu,
mengapa ibu setega itu? apakah ibu sudah tidak sayang lagi kepada Alfin? Entah,
sampai saat ini aku belum tahu jawaban dari semua ini.
***
“Thoot..thooot” suara klakso
membangunkan pikiranku. Aku tak habis pikir, mengapa aku bersepeda sambil
melamunkan sesuatu. Apakah aku sudah gila? Bersepeda di tengah jalan tanpa
memperhatikan pengendara yang lain?
Aku langsung mengayuh sepedaku
dengan cepat menuju hutan sebelum matahari naik. Setelah hampir bersepeda
selama setengah jam. Akhirnya aku sampai di hutan perbatasan ini. Konon dari
banyak cerita yang beredar, di hutan ini banyak mahluk gaibnya. Aku sebenarnya
agak ragu untuk pergi ke hutan angker ini. Tapi karena surat ini aku
memberanikan diri. Aku berjalan pelan sambil menuntun sepeda. Hutan yang
rindang, sepi sungguh menakutkan. Aku mencoba berjalan semakin dalam ke hutan.
Namun tiba-tiba, aku seperti mendengar suara-suara yang biasa dibicarakan oleh
banyak orang. Inikah mahluk gaibnya? Aku bertanya dalam hati sambil keringat
bercucuran. Aku langsung berbalik dan segera pergi meninggalkan hutan ini.
“Hei tunggu,” Panggil seorang gadis.
Aku menghentikan langkahku. Aku
harus bagaimana? Aku ingin sekali menengok, tapi aku benar-benar takut.
“Hei cepat kesini!”
“Kamu siapa?” aku masih
membelakanginya.
“Aku lah pengirim surat itu.”
terusnya.
Aku memberanikan diri untuk melihat
gadis itu. Perlahan-lahan aku membalikan badan menghadap gadis itu. Terlihat
sesosok wanita muda yang mungkin seumuran denganku sedang berdiri sambil
tersenyum kepadaku. Aku masih tak percaya, jika dialah penulis surat ini. Gadis
itu mendekatiku dengan pelan kemudian menjulurkan tanganya kepadaku.
“Aku Rona. Bolehkah aku tahu
namamu?”
“Mahrez. Ya itu namaku,” jawabku
ragu-ragu. “Siapakah kamu? Apa yang kamu lakukan di sini? tanyaku penasaran.
“Ih kamu ini. Aku Rona. Aku memang
tinggal disini.”
“Tinggal disini? Dengan siapa?”
“Keluargaku,” jawabnya singkat.
“Kamu mau ke rumahku?”
Aku hanya mengangguk. Lalu kuikuti
setiap langkah gadis ini. Bola mataku seakan tak mau berhenti melihat
sekeliling hutan ini. Benar-benar tidak percaya ada manusia yang tinggal di
hutan yang begitu misterius ini. Tak lama kami berjalan, kami telah sampai di
rumah Rona. Inikah yang disebut rumah? sebuah gubug yang diletakan diatas
pohon. Apa mungkin ini maksud dari kata berdiri
surga di atasnya? Entahlah.
“Benarkah ini rumahmu?” tanyaku.
“Iya ini rumahku. Emangnya kenapa?
Kamu tidak suka?” jawabnya.
“Engga. Pohon ini tinggi sekali.
Bagaimana kita naik?”
“Apa kamu tidak lihat? Tuh ada
tangga?” sambil menunjuk tangga itu.
“Ohh ya. Hehe,” jawabku malu.
Langsung saja Rona memanjat pohon
itu dengan cepatnya. Dia benar-benar tidak takut. Pohon ini sangatlah tinggi. Dengan
rumahku saja mungkin lebih tinggi ini. Apalagi letaknya yang dekat dengan
jurang. Huh, keberanianku mulai tertantang. Namun dengan napas panjang aku
mulai memanjat pohon ini, meter demi meter aku lalui. Tidak begitu sulit
asalkan aku tetap seimbang dan setidaknya aku tidak menatap ke bawah. Tinggal
beberapa meter lagi aku sampai, namun kayu yang aku pijak ternyata rapuh.
“Gubrak..” aku hampir terjatuh
untung ada Rona yang berhasil memegang tanganku.
“Kamu tetap tenang, pegang erat
tanganku,”
Aku langsung memegang tangan Rona
dengan erat. Dengan hentakan yang cukup kuat dari kakiku, akhirnya aku berhasil
keluar dari keteledoran ini.
“Makasih Rona,”
“Ya sama-sama. Lain kali hati-hati,”
jawab gadis berani ini.
Seketika berdiri di atas pohon ini.
Kenyamanan langsung menyentuh kalbu. Tidak seperti yang aku bayangkan. Rumah ini
begitu sejuk dan menenangkan. Keindahan yang tergambar dari alam juga sangat
mengesankan. Apakah surga ini yang dimaksud? Sungguh mengagumkan.
**to be continued**
0 comments:
Post a Comment
Silakan Komentar dengan Bijak dan Santun